Redundansi Dalam KBBI: Pengertian Dan Contoh Lengkap

by Admin 53 views
Redundansi dalam KBBI: Pengertian dan Contoh Lengkap

Redundansi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah topik yang menarik untuk dibahas. Guys, pernah gak sih kalian lagi nulis atau ngomong, terus sadar gak sadar kayak ngulangin kata atau ide yang sebenarnya udah jelas? Nah, itu dia yang namanya redundansi! Secara sederhana, redundansi itu kayak pemborosan kata. Kita pakai kata-kata lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyampaikan suatu pesan. Dalam artikel ini, kita bakal kupas tuntas tentang apa itu redundansi, kenapa bisa terjadi, dan contoh-contohnya dalam KBBI. Jadi, simak terus ya!

Apa Itu Redundansi?

Redundansi, atau dalam bahasa Inggris disebut redundancy, berasal dari kata redundant yang berarti berlebihan atau tidak perlu. Dalam konteks bahasa, redundansi merujuk pada penggunaan kata, frasa, atau unsur bahasa lainnya yang sebenarnya tidak perlu karena informasi yang disampaikannya sudah terkandung dalam unsur lain. Redundansi sering dianggap sebagai kesalahan atau gaya bahasa yang kurang efektif karena membuat kalimat menjadi lebih panjang dan bertele-tele tanpa menambah kejelasan makna. Dalam penulisan atau komunikasi lisan, menghindari redundansi adalah kunci untuk menyampaikan pesan secara ringkas, padat, dan mudah dipahami. Penggunaan redundansi yang berlebihan dapat membuat audiens atau pembaca merasa bosan atau bahkan bingung karena harus memproses informasi yang sebenarnya tidak perlu. Oleh karena itu, penting untuk selalu memperhatikan pilihan kata dan struktur kalimat agar terhindar dari redundansi yang tidak disengaja.

Contoh sederhana dari redundansi adalah penggunaan frasa "naik ke atas" atau "turun ke bawah". Kata "naik" sudah mengandung arti bergerak ke atas, dan kata "turun" sudah berarti bergerak ke bawah. Jadi, menambahkan "ke atas" atau "ke bawah" hanya akan membuat kalimat menjadi lebih panjang tanpa menambah informasi yang signifikan. Contoh lain adalah penggunaan kata "sangat" bersamaan dengan kata sifat yang sudah memiliki makna ekstrem, seperti "sangat paling" atau "sangat ter..." Misalnya, mengatakan "Ini adalah yang sangat paling penting" adalah redundan karena kata "paling" sudah menunjukkan tingkat superlatif. Redundansi juga bisa terjadi dalam penggunaan konjungsi atau kata hubung yang tidak perlu, seperti "karena sebab" atau "agar supaya". Kedua kata dalam pasangan ini memiliki makna yang sama, sehingga penggunaan keduanya secara bersamaan tidak diperlukan. Dalam penulisan formal, seperti laporan atau artikel ilmiah, redundansi harus dihindari sebisa mungkin karena dapat mengurangi kredibilitas tulisan. Namun, dalam percakapan sehari-hari atau penulisan kreatif, redundansi terkadang bisa digunakan untuk memberikan penekanan atau efek dramatis, meskipun tetap harus digunakan dengan hati-hati agar tidak terkesan berlebihan.

Mengapa Redundansi Bisa Terjadi?

Redundansi bisa terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah ketidaktelitian dalam memilih kata. Kadang-kadang, kita tidak sadar bahwa kata yang kita gunakan sudah mengandung makna yang sama dengan kata lain dalam kalimat tersebut. Hal ini sering terjadi ketika kita menulis atau berbicara secara spontan tanpa memikirkan setiap kata yang kita gunakan secara cermat. Faktor lain yang menyebabkan redundansi adalah kebiasaan. Beberapa orang mungkin terbiasa menggunakan frasa atau ungkapan tertentu tanpa menyadari bahwa frasa tersebut sebenarnya redundan. Misalnya, ungkapan "demi untuk" sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, padahal kata "demi" dan "untuk" memiliki makna yang sama, yaitu menyatakan tujuan. Selain itu, redundansi juga bisa terjadi karena pengaruh bahasa asing. Beberapa konstruksi kalimat dalam bahasa asing mungkin tidak memiliki padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, sehingga ketika diterjemahkan secara harfiah, kalimat tersebut menjadi redundan. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kita sering menggunakan frasa "refer back to", yang jika diterjemahkan menjadi "mengacu kembali ke" akan menjadi redundan karena kata "mengacu" sudah mengandung arti merujuk kembali.

Kurangnya pemahaman tentang makna kata juga dapat menyebabkan redundansi. Seringkali, kita menggunakan kata-kata yang kita anggap sinonim, padahal sebenarnya memiliki nuansa makna yang berbeda. Misalnya, kata "melihat" dan "menonton" sering dianggap sama, padahal "melihat" hanya berarti menangkap sesuatu dengan mata, sedangkan "menonton" berarti melihat sesuatu dengan sengaja dan dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan kata yang tidak tepat dapat menyebabkan kalimat menjadi ambigu atau bahkan salah. Selain itu, redundansi juga bisa terjadi karena keinginan untuk memberikan penekanan. Dalam beberapa kasus, kita mungkin sengaja menggunakan kata-kata yang redundan untuk memperkuat pesan yang ingin kita sampaikan. Namun, penggunaan redundansi untuk tujuan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terkesan berlebihan atau tidak profesional. Dalam penulisan akademis atau formal, redundansi sebaiknya dihindari sebisa mungkin karena dapat mengurangi objektivitas dan kredibilitas tulisan. Namun, dalam penulisan kreatif atau percakapan sehari-hari, redundansi terkadang bisa digunakan untuk menciptakan efek tertentu, seperti humor atau ironi.

Contoh Redundansi dalam KBBI

Dalam KBBI, kita bisa menemukan beberapa contoh kata atau frasa yang sering digunakan secara redundan. Misalnya, kata "para" yang berarti banyak atau sejumlah. Penggunaan kata "para" seringkali diikuti dengan kata yang sudah menunjukkan jumlah jamak, seperti "siswa-siswa" atau "guru-guru". Seharusnya, kita cukup mengatakan "para siswa" atau "para guru" tanpa perlu mengulang kata yang menunjukkan jumlah jamak. Contoh lain adalah penggunaan kata "macam-macam" yang berarti berbagai jenis atau ragam. Mengatakan "ada macam-macam jenis buah" adalah redundan karena kata "macam-macam" sudah mengandung arti berbagai jenis. Seharusnya, kita cukup mengatakan "ada macam-macam buah" atau "ada berbagai jenis buah". Selain itu, penggunaan kata "seperti misalnya" juga seringkali redundan. Kata "seperti" dan "misalnya" memiliki fungsi yang sama, yaitu memberikan contoh. Jadi, kita cukup menggunakan salah satu dari kedua kata tersebut, misalnya "seperti apel, jeruk, dan mangga" atau "misalnya apel, jeruk, dan mangga".

Contoh lainnya termasuk penggunaan frasa "agar supaya". Baik "agar" maupun "supaya" memiliki arti yang sama, yaitu menyatakan tujuan atau harapan. Oleh karena itu, menggunakan keduanya bersamaan dalam satu kalimat adalah redundan. Lebih baik memilih salah satu, misalnya, "Saya belajar dengan giat agar lulus ujian" atau "Saya belajar dengan giat supaya lulus ujian". Kemudian, ada juga penggunaan kata "sangat sekali". Kata "sangat" dan "sekali" sama-sama berfungsi sebagai penguat atau penegas. Mengatakan "Dia sangat sekali pintar" adalah redundan. Cukup katakan "Dia sangat pintar" atau "Dia pintar sekali". Redundansi semacam ini seringkali terjadi dalam percakapan sehari-hari, namun sebaiknya dihindari dalam penulisan formal. Selanjutnya, perhatikan juga penggunaan frasa "paling utama". Kata "paling" sudah menunjukkan tingkatan tertinggi atau superlatif. Menambahkan kata "utama" setelah "paling" tidak diperlukan karena tidak menambah informasi yang signifikan. Seharusnya, cukup katakan "Ini yang paling penting" atau "Ini yang utama". Dengan menghindari redundansi, kita dapat membuat kalimat menjadi lebih ringkas, jelas, dan efektif. Hal ini akan meningkatkan kualitas komunikasi kita, baik dalam penulisan maupun percakapan.

Bagaimana Menghindari Redundansi?

Untuk menghindari redundansi, ada beberapa tips yang bisa kalian terapkan. Pertama, perhatikan pilihan kata. Sebelum menulis atau berbicara, luangkan waktu sejenak untuk memikirkan kata-kata yang akan kalian gunakan. Pastikan setiap kata memiliki fungsi yang jelas dan tidak tumpang tindih dengan kata lain dalam kalimat tersebut. Jika kalian ragu, coba cari sinonim atau alternatif kata yang lebih tepat. Kedua, baca ulang tulisan kalian. Setelah selesai menulis, baca ulang tulisan kalian dengan cermat. Perhatikan setiap kalimat dan cari kata atau frasa yang mungkin redundan. Jika kalian menemukan redundansi, segera perbaiki dengan menghapus kata atau frasa yang tidak perlu. Ketiga, mintalah bantuan orang lain. Kadang-kadang, kita sulit melihat kesalahan sendiri. Mintalah teman atau kolega untuk membaca tulisan kalian dan memberikan masukan. Mereka mungkin bisa menemukan redundansi yang terlewatkan oleh kalian.

Perbanyak membaca dan berlatih juga sangat penting. Semakin banyak kalian membaca, semakin kaya kosakata kalian, dan semakin mudah kalian memilih kata yang tepat. Selain itu, berlatih menulis secara teratur akan membantu kalian mengasah kemampuan berbahasa dan menghindari kesalahan umum, termasuk redundansi. Cobalah untuk menulis berbagai jenis teks, seperti artikel, esai, atau laporan, dan mintalah umpan balik dari orang lain. Dengan begitu, kalian akan semakin terbiasa dengan pola-pola kalimat yang efektif dan efisien. Selain itu, penting juga untuk memahami konteks. Dalam beberapa situasi, redundansi mungkin tidak menjadi masalah atau bahkan bisa digunakan untuk tujuan tertentu, seperti memberikan penekanan atau menciptakan efek humor. Namun, dalam situasi formal atau profesional, redundansi sebaiknya dihindari sebisa mungkin. Oleh karena itu, selalu pertimbangkan konteks komunikasi sebelum memutuskan untuk menggunakan atau menghindari redundansi. Dengan memperhatikan tips-tips ini, kalian akan semakin mahir dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta terhindar dari kesalahan redundansi yang sering terjadi. Ingatlah bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang ringkas, jelas, dan mudah dipahami.

Kesimpulan

Jadi, redundansi dalam KBBI adalah penggunaan kata atau frasa yang berlebihan dan tidak perlu. Hal ini bisa terjadi karena ketidaktelitian, kebiasaan, pengaruh bahasa asing, atau keinginan untuk memberikan penekanan. Untuk menghindarinya, perhatikan pilihan kata, baca ulang tulisan, mintalah bantuan orang lain, dan perbanyak membaca serta berlatih. Dengan menghindari redundansi, kita bisa membuat kalimat menjadi lebih ringkas, jelas, dan efektif. Semoga artikel ini bermanfaat ya, guys! Sampai jumpa di artikel berikutnya!